Cari Blog Ini

Senin, 20 Juni 2022

ORANG-ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT


Penyaluran harta zakat wajib dilakukan kepada delapan golongan, Alloh –Ta’ala- telah menjelaskan didalam Al-Qur'an:

( إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ) التوبة/60 .

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At Taubah: 60)

PERINCIAN :

1. Fakir

     Fakir merupakan orang yang memiliki harta namun sangat sedikit. Mereka tidak berpenghasilan dan hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup.Fakir dapat diumpamakan jika setahun mengeluarkan biaya untuk makan Rp12 juta, dia hanya mampu Rp5 juta saja.

 2. Miskin 

      Miskin berada di atas fakir. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harta namun juga sangat sedikit.Miskin dapat diumpamakan jika setahun mengeluarkan biaya makan Rp12 juta, namun dia hanya mampu Rp8 juta saja.

3. Amil

 Mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada orang yang membutuhkan.

Not. Amil bisa mengambil dari zakat adalah ujrah mitsil ( Ongkos pasaran ) selebinya dari bagian Amil dikembalikan dalam bagian Fakir atau Miskin.

4. Mualaf 

     Orang yang baru memeluk agama Islam.

5. Riqab.

Merupakan budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya, yang mana budak tersebut telah dikitabahkan oleh Sayid, artinya telah dikatakan oleh pemilik nya "Kapan-kapan engkau punya duit sekian untuk saya maka engkau merdeka"

6. Gharim.

Gharim merupakan orang yang memiliki hutang. Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat. Namun, orang-orang yang berhutang untuk kepentingan maksiat tidak boleh mengambil zakat dari hak gharim.

7. Fi Sabilillah.

Yang dimaksud dengan sabilillah adalah orang-orang yang perperang dijalan Allah dalam mempertahankan Agama dan negara yang mana mereka tidak mengambil gaji dari negara, mereka berperang dengan suka rela. Ada juga pendapat ulama yang menyatakan Fi Sabilillah termasuk segala sesuatu yang bertujuan untuk kepentingan di jalan Allah. Misal, pengembang pendidikan, dakwah, kesehatan, panti asuhan, madrasah diniyah dan masih banyak lagi. 

8. Ibnu Sabil.

Ibnu Sabil disebut juga sebagai musaffir atau orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh termasuk pekerja dan pelajar di tanah perantauan. Baik memulai musafir dari tempat pembagian zakat atau melalui tempat pembagian zakat.

* Diserahkan zakat kepada orang-orang yang diperdapatkan dari 8 golongan yang disebutkan di atas apabila diperdapatkan sebagian dari golongan yang disebutkan di atas maka diserahkan kepada sebagian tersebut dan apabila tidak diperdapatkan satu golongan pun dari yang tersebut di atas maka zakat tersebut disimpan sampai golongan tersebut diperdapatkan semuanya atau sebagiannya. Dalam satu golongan wajib diserahkan paling kurang 3 orang kecuali Amil, Amil boleh paling kurang satu orang.

SEJARAH SINGKAT ABU LUENG ANGEN

 Kiprah Abu Lueng Angen & Dayah Darul Huda dalam masyarakat dari beliau Muda hingga Sekarang.


SOSOK gambar di bawah adalah sosok seorang ulama kharismatik Aceh yakni Abu Lhok Nibong atau ada juga orang memanggilnya dengan panggilan Abu Lueng Angen. Dengan wajah di masa muda dan masa sekarang mungkin banyak orang-orang di jaman ini tidak mengenalnya apabila tidak dibandingkan dengan kedua foto tersebut.

Dia adalah pemuda yang berhasil meraih dan menerapkan ilmu dan keberkahan dari gurunya kepada umat. Dengan nama aslinya Tgk H Muhammad Daud, ia merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara yang lahir di Desa Meunasah Leubok, Lhok Nibong, Aceh Timur, pada bulan Maret 1941, dengan nama ayahnya Ahmad bin Abdul Latif dan ibunya bernama Dhien.


Mengenai sosok muda seorang Muhammad Daud, yakni pernah mengecap pendidikan tingkat dasar di Sekolah Rendah (SR) Lhok Nibong. Pendidikan yang ditempuh di SR sejak tahun 1948 namun sayang pendidikannya harus terhenti, karena sekolah ini dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa mengenaskan ini terjadi di bulan Ramadhan tahun 1954, saat pemberontakan DI/TII sedang berkecamuk di Aceh.


Pasca pembakaran itu para tokoh di Lhok Nibong berupaya mendirikan gedung baru demi kelanjutan pendidikan generasi muda. Seorang Imum Mukim bernama Ahmad Malem, memprakarsai pendirian kembali  SRI (Sekolah Rendah Islam) sebagai pengganti sekolah yang telah terbakar.

Menurut sebuah riwayat, pada masa ini pula panggilan untuk Teungku kepada guru-guru di sekolah telah berubah menjadi Ustadz. Guru yang mengajar di SRI ini antara lain dapat disebutkan Ustadz Djamil Hanafiah, Ustadz Sabil Hanafiah, Ustadz Djamil Meunasah Tunong, dan Ustadz Ismail Saidy, semuanya merupakan putera daerah Lhok Nibong dan sekitarnya.


Berdirinya SRI memberikan harapan baru bagi masyarakat Lhok Nibong, dan walau Tgk Muhammad Daud Ahmad muda pun dapat kembali bersekolah namun ia tidak menyelesaikan pendidikannya di SRI, dan ia hanya belajar selama kurang dari setahun di sekolah tersebut.

Namun kecintaan terhadap ilmu agama membuatnya ingin menggali ilmu agama secara murni tanpa harus berkutat dengan pelajaran umum. Maka pada tahun 1956, sosok Muhammad Daud Ahmad meninggalkan kampung halamannya, menuju Dayah Bustanul Huda di Panteue Breueh, Aceh Utara. Kala itu Dayah Bustanul Huda dipimpin oleh Teungku Abdul Ghani yang dikenal dengan lakab Teungku Di Aceh.

Tgk Muhammad Daud Ahmad menemukan kajian keilmuan dambaannya di dayah ini, apalagi saat itu sedang terjadi genjatan senjata antara pihak DI/TII dengan Pemerintah RI, tentu suasana ini cukup kondusif untuk belajar. Aceh sedang aman dari suara bising letusan senjata, sehingga Muhammad Daud dapat mengaji dengan penuh konsentrasi.


Suasana tenteram hanya dapat dinikmati selama dua tahun, sebab pada tahun ketiga, ketenangan kembali terusik oleh letusan senjata. Para santri pun dirundung kegelisahan, betapa tidak, orang-orang bersenjata kerap menjadikan lokasi dekat Dayah Bustanul Huda sebagai tempat penghadangan lawan. Mereka tidak menghiraukan akibat yang timbul pasca kontak senjata dan arogansinya.


Kepanikan dan rasa takut membuat santri lebih memikirkan keselamatan diri dari pada memikirkan pelajaran. Dalam kondisi ini, tidak ada pilihan lain selain mengungsi. Maka dalam awal tahun 1959, Muhammad Daud bersama beberapa temannya terpaksa “bungkoeh ija bulut”, mengungsi ke Gampong Tanjong Ara, Paya Naden, Aceh Timur. Desa Tanjong Ara dipilih sebagai tujuan lebih dikarenakan ajakan gurunya yang bernama Teungku Abdul Ghani Tanjung Ara, sebagai alternatif agar kegiatan belajar tidak terputus.


Selama dalam pengungsian, Tgk Muhammad Daud dan teman-temannya menggunakan meunasah sebagai tempat mengaji, memasak, dan tempat menginap. Beberapa waktu kemudian Geusyik dan Teungku Imum Desa Tanjong Ara berbaik hati membuatkan bilik-bilik kecil dari belahan batang pinang sebagai tempat tidur. Selain demi tidak terhentinya proses belajar, pengungsian ini juga memberi waktu yang cukup untuk memikirkan kelanjutan pembelajaran ke tingkat lebih tinggi. Pada bulan Desember 1960 Tgk Muhammad Daud Ahmad berbulat tekad menuju Samalanga sebagai tempat belajar yang lebih menjanjikan.


Di dayah Ma’hadal ‘Ulum Diniyyah Islamiyyah (MUDI) Mesjid Raya menjadi tujuan baru, kala itu dayah MUDI dipimpin oleh Tgk H Abdul Aziz Shaleh atau yang dikenal sebagai Abon Samalanga. Sesuai dengan bekal keilmuan yang telah dimiliki, di dayah baru ini Teungku Muhammad Daud langsung duduk di kelas empat. Guru pertamanya adalah Tu Din (Teungku Zainal Abidin Syihabuddin). Guru-gurunya yang lain dapat disebut di antaranya Teungku M. Kasem TB (Alm. adalah pimpinan Dayah Darul Istiqamah, Bireuen), Teungku Usman Kuta Krueng (sekarang pimpinan Dayah Darul Munawwarah, Pidie), dan tentunya Abon Samalanga sendiri.


Selama di Dayah MUDI Mesjid Raya, Teungku Muhammad Daud merasa terpuaskan dahaganya terhadap ilmu agama, ia memperoleh apa yang diharapkannya. Maka tidak heran jika kemudian ia betah mengaji (meudagang) dengan lancar tanpa hambatan sampai lebih dari 10 tahun.


Sedangkan kiprahnya dalam bidang kependidikan sangat besar. Di tahun-tahun terakhir keberadaannya di dayah MUDI, Tgk Muhammad Daud Ahmad yang pulang ke kampungnya hal ini menjadi menjadi momentum yang mendekatkan dirinya dengan masyarakat, setelah sekian lama merantau. Kebetulan saat itu keadaan musim kemarau di mana beliau mengajak masyarakat untuk melakukan shalat istisqa (minta hujan). Alhamdulillah dengan izin Allah shalat permohonan untuk hujan pun turun dengan lebatnya.


Di tahun 1971, ia menikahi Faudziah binti Syamsuddin, dari perkawinan ini ia dikaruniai satu orang putra, bernama Muzakkir, dan dua orang putri bernama Zainab, dan Raihanah.


Pada tahun 1972, atas dan swadaya masyarakat Lueng Angen, Aceh Utara (berjarak 2 Km dari tempat kelahirannya), didirikanlah dayah yang diberi nama Dayah Darul Huda. Tgk Muhammad Daud diminta masyakat Lueng Angen untuk mengajar di dayah yang baru didirikan ini. Pada mulanya dayah ini hanya dibangun untuk kebutuhan pembelajaran agama bagi anak-anak di sekitar Lueng Angen saja. Namun kemudian berdatangan pula santri dari daerah lain sehingga perlu disediakan asrama sebagai tempat menginap.


Dayah ini mulai aktif pada tahun 1973, tepatnya setelah sarana belajar berupa balai selesai di buat. Di tahun pertama, dari satu dua orang santri meningkat jumlahnya menjadi 50 orang. Pada masa ini Teungku Muhammad Daud dibantu oleh Teungku Mukhtar (berasal dari Peureulak) sebagai tenaga pengajar pertama. Kemudian seiring dengan meningkatnya jumlah santri, kehadiran guru baru pun menjadi tuntutan. Maka Abon Samalanga mengutus Teungku Abdullah Shaleh Jeunieb (adik kandung Abon Samalanga) untuk membantu beliau. Abon Samalanga juga mengirim satu unit sepeda milik Abon sendiri, sebagai tanda restu.


Seiring perjalanan waktu, santri yang menimba ilmu di dayah Darul Huda bertambah, demikian pula dengan tenaga pengajarnya. Pada tahun 1976, saat dayah telah berusia tiga tahun, jumlah santrinya telah mencapai 1.300 orang, 500 santriwan dan 800 santriwati. Kelihatan betapa pesatnya kemajuan yang dicapai dayah ini, di sisi lain, hal ini memperlihatkan besarnya animo masyarakat. Sekarang di tahun 2010, santri yang mondok di dayah berjumlah 1.600 orang, terdiri 1.200 orang santriwan, dan 400 orang santriwati.


Saat ini dayah Darul Huda telah menghasilkan ribuan alumni, mereka tersebar di seluruh daerah Aceh, dan beberapa daerah luar Aceh di sekitar pulau Sumatera dan Jawa. Ada pula alaumni yang mengabdikan ilmunya di luar negeri seperti Malaysia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Para alumni juga banyak yang mendirikan dayah sebagai cabang dari Dayah Darul Huda. Sampai saat ini, jumlah dayah alumni terhitung telah lebih dari 40 dayah.


Teungku H. Muhammad Daud Ahmad (Abu Lueng Angen), tentunya sangat sibuk mengurusi dayah yang santrinya mencapai jumlah ribuan itu, namun begitu beliau tetap menyisihkan waktunya untuk kegiatan sosial. Salah satu peran sosial yang sangat signifikan adalah kesediaan beliau menjadi ketua panitia pembangunan masjid Lhok Nibong. Pada tahun 1980, sebagai ketua pembangunan masjid, Abu Lueng Angen aktif turun berceramah ke setiap meunasah yang ada di enam desa dalam kawasan kemasjidan Baiturrahim, yaitu Meunasah Teungoh, Keude Baro, Meunasah Leubok, Meunasah Tunong, Pante Panah, dan Matang Kruet. 

Dalam ceramahnya beliau menghimbau dan menggugah hati masyarakat agar menyumbangkan harta, tenaga dan fikiran demi berdirinya sebuah masjid baru, pengganti masjid lama yang daya tampungnya tidak memadai lagi. Sekarang Masjid Baiturrahim Lhok Nibong Kec. Pante Bidari Aceh Timur telah berdiri megah, dan sampai sekarang Abu Lueng Angen masih dipercaya masyarakat untuk mengetuai kepanitiaan.


Pembangunan masjid Baiturrahim Lhok Nibong dimulai dengan peletakan batu pertama pada tanggal 25 Maret 1981. Proses pembangunan terbilang lancar, sehingga pada hari Jumat 30 Maret 1984, masjid telah dapat digunakan untuk salat Jumat. Satu hal yang patut diapresiasi, masjid ini berhasil dibangun, walaupun hanya mengandalkan sumber dana dari swadaya masyarakat. Menurut tokoh masyarakat setempat, bantuan pemerintah hanyalah sebesar 5% dari total kebutuhan biaya pembangunan. Dari itu, keberhasilan pembangunan masjid ini sangat ditentukan oleh peranan Abu Lueng Angen dalam usaha penggalangan dana.


Selain itu, Abu Lueng Angen juga ikut dalam kepanitiaan pembangunan Masjid Pase di Kota Panton Labu, kecamatan Tanah Jambo Aye. Keterlibatannya dalam panitia pembangunan masjid ini dimulai sejak tahun 2000, sampai sekarang.


Abu Lueng Angen adalah sosok yang juga sangat disiplin, rapi dalam segala hal, dan cinta kebersihan. Jika suatu aturan diterapkan dalam dayahnya, maka beliau adalah orang pertama yang mematuhi aturan itu. Dalam hal kerapian, tercermin dari komitmennya yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Misalnya dalam setiap kegiatan gotong-royong rutin membersihkan komplek dayah, beliau selalu mengingatkan para santri, agar peralatan yang telah digunakan segera dikembalikan ke tempat penyimpanannya. Oleh karena itu, tidak heran jika beliau merasa terganggu jika melihat area parkir di halaman masjid tidak rapi. Segera beliau memanggil petugas ketertiban agar merapikan area parkir.


Kedekatan Abu Lueng Angen dengan masyarakat telah menjadikan beliau sebagai sosok rujukan. Beliau sangat terbuka menerima siapa saja yang datang berkonsultasi sehingga waktunya lebih banyak tersita untuk melayani masalah kemasyarakatan. Bagi masyarakat Lhok Nibong dan sekitarnya, Abu Lueng Angen bagaikan lokomotif yang menggiring gerbong-gerbong masyarakat, mengikuti rel agama menuju keridlhaan Illahi. Waktu istirahatnya seringkali tersita untuk melayani masyarakat, mungkin itulah sebabnya kadangkalanya akhir-akhir ini kesehatan beliau terganggu.


Dan ia pun juga pernah ikut studi banding yang diprakarsa Gubernur Aceh, Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud, pada tanggal 29 Juli sampai dengan tanggal 16 Agustus tahun 1996. Studi banding diikuti sejumlah ulama Aceh dengan tujuan ke negara-negara berikut; Malaysia, Yordania, Spanyol, Turki, Uzbekistan, Mesir, dan Arab Saudi.


Abu Lhok Nibong punya nama juga Abu Lueng Angen


Berikut ini suatu nasehat yang berkesan kepada santri-santrinya mengenai pemakaian Peci (kopiah):  

“Deungon tapakek kupiah lam kawan, geutanyoe leue teujaga droe atau hana takalon ateuh maksiet.”


Kalimat di atas mempunyai maksud saat kita berada dalam suatu forum atau kelompok, dengan berkat peci di kepala kita bisa menjaga kewibawaan diri daripada hal-hal tercela seperti upat, fitnah dan sebagainya.


Makanya beliau sangat menganjurkan santri-santirnya agar memakai peci sebagai sebuah bentuk menjaga diri secara zahir dan merupakan sebuah adab dalam beribadah.


Kini Abu Lueng Angen Telah berpulang kerahmatullah pada hari Minggu 19 juni 2022 M / 19 zulqaidah 1443 H, Semogala Ruh dan Jasad nya ditempatkan oleh Allah subhanahu wataala pada tempat yang tinggi disisi nya. Aamiiin..

Meninggal nya Para ulama merupakan musibah besar bagi Alam semesta, Lampu yang menyinari dunia kini telah padam, Semoga Ilmu-ilmu yang telah di curahkan kepada manusia bermanfaat sampai hari qiamat Aamiiin..





Kamis, 16 Juni 2022

DALIL TAHLILAN HARI-HARI TERTENTU

 DALIL TAHLILAN 

 3 hari

 7 hari

25 hari 

40 hari

100 hari

1000 Hari


ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى


ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨


Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”

Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”


Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)


Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jd jelas bkn dr org hindu


Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.


ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ


Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:


Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan.


Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]


Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:


ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ


Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”


ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ


Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”


Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi


ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ


bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.


Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:


ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .


“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.


Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)


Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:


ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ


Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.


Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)


Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;


ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(


“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.


Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;


ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )


“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.


Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)


Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal


ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .


Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.


Referensi : (al-Mughny II/566)


Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:


ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞ

Sampai..... 


Wallohu a’lam Bishshowab

Hukum Hukum islam

TAWADHU' ABUYA MUDAWALI AL-KHALIDY

 TAWADHU' ABUYA MUDAWALI DAN WASIATNYA YANG BEGITU MENGHUJAM Di bawah ini merupakan potongan dari ijazah yang diberikan oleh Abuya Muham...

Hukum hukum islam